Search

APK dan JOGJA

Thursday, April 3, 2014

Urgensitas Pembangunan Karakter Berbasis Al-Qur’an Guna Membentuk Pemimpin Bangsa yang Kaafah


Urgensitas Pembangunan Karakter Berbasis Al-Qur’an Guna Membentuk Pemimpin Bangsa yang Kaafah


Indonesia merupakan negara yang kaya, bukan hanya memiliki wilayah teritorial yang luas dan kekayaan alam yang melimpah, tetapi Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia yang memiliki penduduk terbanyak yang mayoritasnya muslim. Melihat angka kelahiran di Indonesia yang begitu tinggi, seharusnya Indonesia dapat menciptakan pemuda-pemudi calon pemimpin yang berkualitas, kaafah1, tidak setengah-setengah. Bukan hanya pemimpin yang memiliki intelektualitas yang tinggi saja, tanpa didasari dengan nilai-nilai moralitas. Karena kebanyakan dari pemimpin kita saat ini hanya mementingkan suatu pangkat jabatan saja tanpa melaksanakan kewajiban yang harus dipenuhi terhadap hak-hak rakyat. Pemimpin yang seperti inilah yang secara tidak sadar menjajah negeri dan bangsanya sendiri. Padahal kita mengetahui bahwasanya Indonesia lahir
dan dapat menjadi satu kesatuan, togetherness2, meskipun beraneka ragam ras, budaya dan agama dari tumpuan Pancasila. Terutama sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Seharusnya para pemimpin kita mengetahui, bahwa sesungguhnya jabatan mereka sebagai pemimpin bukan hanya sekedar indentitas saja, melainkan suatu amanah yang diberikan Allah SWT melalui perantara rakyat yang tidak lain harus dipertanggungjawabkan dan bukan menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi. Inilah contoh riil rendahnya moralitas para pemimpin karena tidak adanya basic3 Al-Qur’an dalam dirinya. Sebenarnya semua umat manusia sudah memiliki basic dalam memimpin, karena Allah SWT menciptakan setiap insan didunia ini sebagai seorang Kholifah4. Hanya bagaimana insan tersebut mematangkan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin yang kaafah, baik dalam memimpin dirinya sendiri ataupun orang lain. Padahal Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an kepada para malaikat: “Dan (ingatlath) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”. Mereka (malaikat) berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih, memuji-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [Al-baqarah:30]. Sehingga setiap manusia seharusnya menyadari bahwa dirinya diciptakan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini.
Kita ambil contoh pemimpin yang mencatat sejarah besar di dunia, yaitu Nabi besar umat manusia Nabi Muhammad SAW. Sejarah menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yatim piatu sejak kecil dan beliau tidak memiliki latar belakang pendidikan, akan tetapi beliau memiliki kepekaan sosial yang tinggi, sehingga diutus oleh Allah SWT untuk memperbaiki umat manusia dan terbukti dengan akhlakul karimah yang dimiliki, beliau telah mampu menunjukkan shiratal mustaqim kepada seluruh kaumnya. Sesuai citra diri Nabi Muhammad SAW, untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama, maka pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk mengatur lingkungan kepemimpinannya. Akan tetapi pada kenyataanya di Indonesia banyak kerusakan moral pada calon pemimpin yang terjadi akibat pengaruh negative, baik dalam aspek keluarga, pendidikan, ataupun lingkungan yang belum sinkron dengan ajaran Al-Qur’an. Keluarga merupakan lingkungan dalam skala kecil yang mempunyai pengaruh vital dalam pembentukkan basic moral. Sementara pendidikan dan lingkungan merupakan suatu pendukung yang sangat berpengaruh pada ruang lingkup keluarga dalam melahirkan kader-kader penerus bangsa yang berkualitas. Ketiga hal tersebut sangat terkait satu sama lain. Apabila salah satu unsur tersebut tidak berjalan selaras maka akan timbul pengaruh negative bagi calon pemimpin bangsa. Realitanya, dalam pendidikan formal, generasi muda sebagai agent of change 5 sudah mendapatkan pembekalan agama, akan tetapi umumnya tidak ada dukungan atau penerapan di dalam keluarga dan lingkungan sekitar sehingga menyebabkan tumbuhnya karakter negative bagi calon pemimpin bangsa.
Di Indonesia sudah terlihat maraknya dampak negative tersebut yang tertanam pada para pemimpin. Banyak pemimpin di Indonesia yang tersangkut berbagai kasus, menguatkan pemikiran akan pentingnya pendidikan berkarakter Qurani bagi pemimpin-pemimpin bangsa. Seperti kasus korupsi yang menyeret Gubernur Banten, Ratu Atut Choisiyah serta kasus Akil Mochtar pejabat lembaga tinggi negara yang menjabat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. Bahkan Akil Mochtar tidak hanya tersangkut kasus korupsi melainkan juga kasus narkotika. Di Indonesia juga banyak pemimpin yang kurang adil dalam memutuskan suatu kebijakan, sehingga sering terjadi unbalance6 pada beberapa sektor. Kasus seperti ini timbul, bukan disebabkan ketidakmampuan secara intelektual para pemimpin bangsa dalam memimpin, melainkan kurangnya pendekatan spiritual para pemimpin pada Sang Khalik dalam aspek pembentukan moral. Al-Qur’an memiliki sudut pandang tersendiri terkait seorang pemimpin. Untuk menjadi pemimpin yang kaafah, setiap insan harus berkompetisi dalam mematangkan diri untuk menjadi pemimpin sesuai prespektif Al-Qur’an. Adapun karakter berdasarkan prespektif Al-Qur’an untuk bekal pemimpin bangsa sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh para nabi dan rosul, antara lain: (1) Shidiq, yang berarti kebenaran atau kesungguhan dalam bersikap, berkata, dan bertindak; (2) Amanah, yang berarti dapat dipercaya dalam menjalakan tanggungjawab yang diberikan kepadanya; (3) Fathonah, yaitu kecerdasan dalam menyatukan diri terhadap nilai sistem dan cita-cita negara, dengan kata lain mampu untuk menguasai sekaligus memecahkan masalah yang dihadapinya; dan (4) Tabligh, yaitu menyampaikan dengan jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi).
Sementara untuk mencapai sifat ideal sebagai pemimpin tersebut, diperlukan usaha nyata sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Allah SWT dalam surat As-Sajdah (32): 24 dan Al-Anbiya (21): 73, antara lain: (1) Sabar dan tabah, "Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah" [QS. As-Sajdah (32): 24]. Kesabaran dan ketabahan merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin untuk memenuhi sifat kepemimpinan lainnya; (2) Mampu menunjukkan jalan kebenaran sesuai dengan petunjuk Allah SWT, [QS. Al-Anbiya (21): 73] "Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami". Pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan kebenaran bagi masyarakatnya tapi juga harus mampu mengaplikasikan pada diri sendiri kemudian mensosialisasikannya di tengah masyarakat dan juga harus mempunyai sense of crisis7 terhadap apa yang dialami rakyatnya; dan (3) Membudayakan diri pada kebajikan, [QS. Al-Anbiya (21): 73] "Dan Kami wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat". Hal ini dapat tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah menyatu dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah yang sesuai dengan prespektif Pancasila sila pertama dan akidah yang kokoh.
Di Indonesia telah terjadi krisis kepemimpinan, akan tetapi dari sekian banyak pemimpin yang tidak baik masih ada beberapa pemimpin yang kaafah dalam kepemimpinannya yang sudah memenuhi kriteria pemimpin ideal, seperti Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo dan Walikota Surabaya, Risma. Dua pemimpin ini patut menjadi suri tauladan bagi pemimpin Indonesia yang lain di zaman saat ini. Indonesia sendiri menganut sistem pemerintahan demokrasi, yang mana dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dalam arti rakyat aktif terhadap pemilihan pemimpin bangsa dan negara, maka warga Negara Indonesia seharusnya mampu menilai para calon pemimpin sesuai dengan prespektif Al-Qur’an dan Hadist sebagaimana yang telah ditekankan pada sila pertama Pancasila.
Mengambil inti dari penjabaran di atas, dapat dipetik hikmah bahwa terdapat nilai penting akan pembangunan karakter calon pemimpin yang telah diajarkan dalam Al-Qur’an dari zaman dahulu hingga zaman modern saat ini. Hanya bagaimana para calon pemimpin tersebut berkenan mengoptimalkan pengembangan diri mereka bukan hanya dari segi intelektual melainkan juga segi moralitas. Sebab kemajuan suatu bangsa dan negara tergantung pada pemimpinnya. Indonesia mempunyai cita-cita tinggi dalam kehidupannya, sehingga pemimpin-pemimpin untuk Indonesia haruslah pemimpin yang terbaik. Alinsaanu makaanul khoto’ wan nisyaan”, manusia tempat salah dan khilaf, tapi hati nurani harus tetap ada dengan moralitas yang baik.


1KBBI, kaafah artinya penuh atau tidak setengah-setengah
2Sederet.online.com, togetherness artinya kebersamaan
3Sederet.online.com, basic artinya ilmu dasar
4Al-Qur’an Terjemah, khalifah artinya pemimpin atau pengganti, Al-Baqarah : 30.
5 Sederet.online.com, Agent Of Change artinya agen atau tombak perubahan.
6 Kamus Ilmiah, unbalance artinya ketidakseimbangan
7 Kepekaan terhadap apa yang dialami oleh rakyat








Jangan Lupa di Like Ya!!!






Silahkan berkomentar, kritik dan saran disini!!!